11 Feb 2013

Kisah Hijau Toska



Hijau toska. Sekali waktu diajarkannya padaku tentang mencipta sebuah lembar-lembar kosong. Yang putih, yang bersih, mempersilakan dua kesunyian datang dan berbagi. Menggoreskan kisah membalikkan pasir waktu. Agar kembali jingga tatapannya. Agar duka enggan membayang kembali, menghitamkan jejak langkah yang semestinya tlah jauh  melampau jalan padas terjal ini.
Sekali waktu ia bercerita. Mengajukan sebuah pinta sederhana. Menyambangkan mata pada debu-debu,saksi perjalanan usang mereka yang mungkin tlah sampai pada ujung-ujung rahasia. Ya. Tentu.  Peka hati ini terbangun dari mimpi panjang yang sengaja memori ini merekamnya. Menyimpan dan menutupnya rapat-rapat. Tak hanya aku yang pernah terluka. Mereka pun ada di sini. Dalam kungkung hijau toska. Dalam sebuah lekuk ruang nan tak beraturann tapi teramat rupawan. Anggun. Damai. Membelai hati. Menyejukkan perih luka dengan penuh kehati-hatian. Bersama kata-katanya yang santun bersahabat. Dengan cinta yang diambil dari langit, turun pelan-pelan bersama hujan, melalui pipa-pipa perasaan. Tak pernah menyakiti. Aku terpesona melihatnya. Lalu aku tertegun, mengingatnya sedikit, kemudian berkata selamat tinggal. Tentu aja kau tau, siapa gerangan yang hendak ku tinggalkan. Masa lalu. Masa lalu yang sempat mengalahkan jernih mata memandang jalan berkelok-kelok di depan sana. Yang menantang keteguhan akan rahasia-rahasia besar pada ujungnya. Aku tersenyum. Hanya sedikit. Saat klebat matanya seakan berteriak dan berkata ,”Jangan lakukan!!”. Sempat tangan ini ingin kembali membuka puisi-puisi indah yang kuukir dengan jemari-jemariku sendiri sekian tahun silam. Desah itu kemudian mengingatkan. Dia telah bersama dengan cintanya. Cinta yang lain. Yang lebih bersemi dari apa yang pernah kau tanam untuknya.
Cinta. Siapa sangka kata-kata itu kembali mampu menggelitik hati yang hampir mati. Telah saja kubiarkan ia merah padam dan pergi dari jiwa yang berlari meninggalkan sahaya si pemberi rasa. Lalu ku diamkan. Hati itu pergi mengembara, tak peduli mata kosong sang tuan yang berkata enggan beratus-ratus kali melihat muara sang ujung masa. Hijau toska. Peristirahatan kisah itu melirik keputuasaan yang bersandar pada bayang-bayang masa lalu. Lalu, tak tertarik pula jemari ini meraba akhir dari getir sebuah kesetiaan tak bersahaja. Kesetiaan yang tak pernah berimbalkan cinta nan semestinya.
Hijau toska. Sebuah persemayaman masa lalu. Ku titipkan cerita-cerita itu padamu. Dan tak pernah lagi hati ini kan kembali singgah. Agar sebuah kalimat perpisahan pun menjadikanmu pijakan masa yang akan datang, persinggahan orang-orang yang berlelah hati. Mencari tuah dan mendapati bahwa cinta dari Maha Rahman adalah satu-satunya yang abadi.  Agar setiap gores tak seperih yang pernah melukai.
Dari seorang penjaga masa lalu sebuah kisah ia bertuah pada seorang yang terlara. Hati itu dipilih. Bukan memilih. Cintailah pelan-pelan...
Hati yang mengembara akan berpulang pada tuannya, bersama sebuah kisah titipan Maha Rahim. Melalui perjanjian besar yang terucap dibersamai doa para malaikat. Pada muara yang dari jalan ini tak pernah diperlihatkan pada kita, rahasia besar di balik gemericik air dari bermacam penjuru rasa manusia.

16 Desember 2024

Hari sebelumnya, kami sedang membaca buku bersama. Dunia Tumbuhan. Buku baru Nehan. Lalu ada sebuah tumbuhan yang mengena di hati saya. Embu...