17 Apr 2014

Cinta Rahwana dan Sinta



Entahlah apa bedanya. Tak ada hati mendikte kata salah atas apa yang terjadi. Bukankah cinta tak ada yang salah? Tentu tak ada yang salah dengan cinta, hanya saja, kesalahan itu ada pada tata dimana dan siapa orang yang dicinta..

Melihat dari sisi yang orang lain tak dapat melihatnya. Membaca yang orang lain enggan membacanya. Dan adalah sebuah kisah cinta teramat sejati, terbenam dalam kesejatian cinta seorang ksatria yang tak terganti dengan ribuan kisah singgah di telinga. Sebuah kisah Rahwana dan Sinta.
Rahwana, yang hanya mencintai satu perempuan. Dewi Setyawati namanya. Hingga sang empunya hati itu meninggalkan dunia fana dan terlahir kembali pada seorang Sinta. Kesetiaan itu tersimpan utuh. Rahwana mencintai Sinta dengan segenap jiwa, seperti ia jatuhkan hatinya pada Setyawati. Hanya saja. Sinta bukan seorang yang dengan mudah bisa dimiliki. Dia bersama Rama. Dia telah menjadi pendamping ksatria lain. Menjadi istrinya.

Rahwana tau, cinta sejati tak butuh dipaksa. Dia pun tak pernah menyentuhnya. Menunggu. Menunggu adalah hal terbaik agar sang dewi tak terluka hatinya. Agar sang dewi mencintainya sepenuh hati. Suatu saat nanti. Entah kapan. Padahal dia tlah tau titisan Dewi Setyawati itu terlahir begitu setia pada suaminya.
Hingga pada waktunya, ketika semua tau kisah cinta itu sampai pada sebuah tragedi   

Sebuah ungkapan dari hati yang mengerti seperti apa sejatinya cinta, dari seorang Rahwana, “Aku mencintai Sinta, Rama! Aku akan melakukan apapun untuknya. Aku benar-benar mencintainya, bukan sepertimu yang menikahinya hanya karena berhasil memenangkan sayembara. Semua perbuatanku yang kau sebut ‘mengacau’ sebenarnya adalah usahaku dalam rangka mendapatkan kembali Sinta.”
Butuh waktu sangaaat lama untukku sampai pada pemahaman ini, tapi akhirnya aku mengerti: Cinta tidak dapat dipaksa. Dan hakekat cinta adalah saat kau bisa merelakannya tanpa terpaksa. Semakin sejati cinta maka semakin rela kau melepaskannya. Maka hari ini demi kesejatian cintaku pada Sinta kurelakan ia pergi dari istana untuk hidup bersama denganmu, Rama. Jagalah Sinta dengan segenap jiwa dan raga. Jagalah ia demi kehormatanmu sebagai seorang ksatria serta kehormatanmu sebagai seorang pria. Semoga kalian bahagia.

Demikian cara Rahwana mencurahkan cintanya, cinta sejati yang tentu tak pernah dia ingin rasakan sakitnya. Seandainya pun dewa mengabulkan mimpinya, tentu ia mengharap sebuah jalan indah untuknya, dan Sinta. Bukan sebuah pembelaan. Hanya satu legenda yang sempat singgah. Bukan dari pertunjukan-pertunjukan seorang dalang yang menanamkan kebencian penontonnya pada rahwana. Yang melabelkan penokohan antagonis dan kejahatan saja dalam diri seorang Rahwana. Tapi dari orang-orang yang mengerti cinta. Yang mengisahkan dari hati, tanpa menyembunyikan. Tak terikat aturan akan perjalanan sebuah drama. Tentang cinta Rahwana yang begitu suci. Yang menjaga pujaan hatinya. Tak melulu bercerita tentang dirinya sebagai raksasa dan identik dengan keburukan.

Bagaimana cintanya tak dianggap sejati? sedangkan dia, Rahwana, bahkan tak pernah sedikitpun menyentuh dewinya. Telah tertanam dalam hati, sebuah janji, takkan dia sentuh Sang Cinta sebelum Dewi Sinta sendiri menyerahkan hati dengan tulus kepadanya, lalu kenapa Dewa diam saja? Apa karena kejahatan Raja itu? Tentu tidak. Mana mungkin seorang yang jahat mendapat begitu banyak cinta dari rakyatnya. Bahkan beramai-ramai membela dan mengorbankan diri untuk Sang Raja dalam sebuah perang hidup mati yang sangat melegenda itu. Dari cerita Sujiwo Tejo, meski tak terekam kata-kata persisnya, sebuah percakapan sebelum tragedi yang menyedihkan, terkenang dengan saksama. ketika Rama dan bala tentara kera sudah meluluh lantahkan negeri Alengka, dan saat itu Rahwana berpamitan pada Dewi nya.

“Rahwana, kau jangan menghadapi suamiku, dia sungguh sakti, “ kata Sinta.
“tidak Sinta, aku seorang kesatria dan aku harus memperjuangkan apa yang dapat ku perjuangkan”
“tapi Rahwana, Rama itu titisan Dewa, kau takkan bisa mengalahkannya, “
“tidak wahai Dewi, seandainya aku harus mati, aku akan tetap menghadapinya”
“Rahwana? Tidakkah Kau lihat negerimu sudah hancur? Dan rakyatmu sudah banyak yang gugur”
“justru itu Sinta, Raja macam apa aku ini jika rakyatku sudah mengorbankan dirinya sedangkan aku bersembunyi? Seandainya pertarungan ini bukan untuk aku bisa mendapatkanmu, maka pertempuran ini adalah untuk kehormatan bangsaku”

Lalu untuk pertama kalinya Dewi Sinta memegang pundak Rahwana sambil menangis. Itukah jawaban Dewa? Ya tentu. Menurutku. Kesuciannya terbalas. Karena setiap cinta yang sejati lahir dari hati. Bukan karena sebuah perlombaan. Bukan karena paksaan atau sekedar aturan. Meski pada akhirnnya cinta sejati harus tetap merelakan.

Ini Prabu Rama, seorang kesatria yang mempertahankan harga diri dan istrinya, yang ini Dewi Sinta, seorang dewi yang setia, menjaga kesucian diri hanya untuk suaminya, dan yang ini Rahwana, seorang Raja yang memperjuangkan cinta, dan negerinya.

2 komentar:

16 Desember 2024

Hari sebelumnya, kami sedang membaca buku bersama. Dunia Tumbuhan. Buku baru Nehan. Lalu ada sebuah tumbuhan yang mengena di hati saya. Embu...