Untuk jalan-jalan yang tak sempat terlalui, untuk
cerita-cerita yang tak sempat dirangkai kisahnya, untuk mimpi-mimpi yang tak
sempat diusahakan. Mungkin saja dan tentu saja Dia sedang meluangkannya. Sebuah
waktu, ketika diri tak mampu sedetik saja merasakan nikmatnya beristirahat,
sampai sepanjang hari dan semalam suntuk diri tak tau hendak berbuat apa.
Adakah kita mengeluhkan keduanya? Tentu. Karena ribuan kata dapat mewakili rasa
untuk alasan-alasan yang memasamkan sebuahnya, syukur.
Begitulah adanya. Tak ubahnya waktu yang harus terus
berjalan, tanpa diizinkannya mengulang kenangan indah pun sekali saja, karena
ia ada untuk menemui yang baru dan meninggalkan yang lama. Menjejakkan kenangan
indah dan luka hati, sampai pada masa kenangan atau luka itu kembali datang
untuk sejarah yang baru, mendatangkan orang-orang berikutnya, sampai semua
orang terlewati, sampai waktu menyelesaikan tugasnya dan mengembalikan
memori-memori itu pada Robbnya, menjadi sebuah tontonan penentuan.
Lalu bagaimana dengan kita?manusia?entah hanya sekedar
meniru atau sengaja beranalogi, atau karena begitu sulitnya melakukan kata
‘syukur’ itu? karena pada dasarnya Dia memang tak menciptakan dua hal yang sama
sekali sama. Lalu saat setiap kisah itu berulang, kejenuhan pun selalu siap
jalan beriringan. Tapi tersembunyi di dalamnya, manusia tak ingin ditinggalkan.
Pun tak ingin cepat-cepat meninggalkan dan menggantinya dengan yang baru.
Serakahkah? Egois? Atau memang sudah tabiat?
Waktu. Indah atau sakitnya Ia tlah serahkan kepada
pemiliknya. Sebuah keadilan untuk ruang umur yang sama setiap harinya.
Sedangkan syukur dan jenuh itu? Tergantung bagaimana kita menempatkannya pada
rumah hati kita. Robb tidak menciptakan dua hal yang sama sekali sama.
Rutinitas-rutinitas itu? Mungkin hanya sekedar butuh sedikit kejelian dari mata
hati. Agar jejak-jejak dan harapan itu memiliki perbedaan, tak hanya mengulang.
Orang-orang yang kita tinggalkan dan akan kita temui? Tentu saja kenangan tak
untuk dilupakan. Dan kenangan berikutnya adalah tugas jemari ini, apa yang akan
terlukis pada kanvas-kanvas yang sudah Tuhan siapkan, dengan warna apa, dengan
gambar-gambar apa.
Untuk jalan-jalan yang tak sempat terlalui, untuk
cerita-cerita yang tak sempat dirangkai kisahnya, untuk mimpi-mimpi yang tak sempat diusahakan.
Mungkin saja dan tentu saja Dia akan meluangkannya, nanti. Atau Dia punya
cerita yang lebih indah untuk dilalui dengan segala hiruk pikuk ini.