Pernah diri bermimpi dalam hati tuk
pergi dari kota ini, meninggalkan rumah, meninggalkan semua kisah. Aku ingin
kehidupan yang baru, kembali mulai menulisi kertas – kertas kosong itu. Kertas-kertas
kehidupan yang siap dilukis dan ditulisi dengan berbagai perjalanan hidup. Tentunya
dengan cerita yang indah, dengan cerita cinta yang tak pernah menyakiti
siapapun. Ku teriakkan azam waktu itu dengan sangat kuat dalam hati. Kota ini
terlanjur mengukir luka yang terlalu sakit untuk hatiku. Hingga ribuan cinta
yang datang tak mampu mengalahkan pedih itu. Aku ingin pergi, sungguh ingin
pergi. Kemanapun asal tak ada jejak –jejak cerita tentangnya, tentang cinta
masa lalu yang tlah berubah menjadi mimpi buruk untukku. Aku ingin seperti
terlahir kembali. Bersih, penuh suka dan dicinta. Aku ingin ke suatu tempat
dimana tak seorangpun mengenal masa laluku. Dan akan ku ulang dari awal, ku
bangun dari dasar cinta itu untuk hati yang baru.
Aku tersenyum geli sekarang. Entah
saat itu apa yang ada dalam benakku. Tapi sungguh niat itu seperti benar-benar
keluar dari hati yang paling dalam. Mungkin terlalu marah, atau masih terlalu
labil emosiku sehingga ide-ide berlebihan kerap kali merasuki diri. Lalu ku rasa
Dia Yang Maha Pendengar menjawab doaku. Ah, lucu juga kalau dipikir-pikir. Aku
benar-benar tak bisa lagi menghabiskan hidupku di sini. Aku benar-benar telah
tinggal sebagai penghuni sebuah kota yang lain. Paling-paling sesekali saja aku
bisa datang kesini melepas rindu. Rindu pada lubang-lubang jalannya yang masih saja
ada sampai sekarang, pada pepohonan jati yang menjadi simbol kebanggaaan dan
kekayaan satu-satunya kota ini. Rindu pada orang-orang tercinta, keluarga. Ya. Mereka
terkecualikan dari kisah buruk yang telah terkubur dalam. Merekalah magnet
terkuat itu. Memaksaku tuk tetap berkunjung mengadu rindu .Seperti sekarang, ku
pijakkan kakiku kembali setelah sekian tahun lamanya. Sengaja aku kembali
setelah waktu yang lama. Karena tak ingin luka-luka itu menggerus kebahagiaan
yang sedang ku bangun. Ku tunggu hingga benar-benar pulih dan semua isi hatiku
tergantikan dengan kebahagiaan yang tiada terkira. Hah, tapi meski begitu tetap
saja, bibir ini belum sanggup menyebut namanya. Biar saja ku panggilnya
dengan ‘kota masa lalu’..... (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar