14 Jun 2014

Sebening Embun



Pernah diri bermimpi dalam hati tuk pergi dari kota ini, meninggalkan rumah, meninggalkan semua kisah. Aku ingin kehidupan yang baru, kembali mulai menulisi kertas – kertas kosong itu. Kertas-kertas kehidupan yang siap dilukis dan ditulisi dengan berbagai perjalanan hidup. Tentunya dengan cerita yang indah, dengan cerita cinta yang tak pernah menyakiti siapapun. Ku teriakkan azam waktu itu dengan sangat kuat dalam hati. Kota ini terlanjur mengukir luka yang terlalu sakit untuk hatiku. Hingga ribuan cinta yang datang tak mampu mengalahkan pedih itu. Aku ingin pergi, sungguh ingin pergi. Kemanapun asal tak ada jejak –jejak cerita tentangnya, tentang cinta masa lalu yang tlah berubah menjadi mimpi buruk untukku. Aku ingin seperti terlahir kembali. Bersih, penuh suka dan dicinta. Aku ingin ke suatu tempat dimana tak seorangpun mengenal masa laluku. Dan akan ku ulang dari awal, ku bangun dari dasar cinta itu untuk hati yang baru.
Aku tersenyum geli sekarang. Entah saat itu apa yang ada dalam benakku. Tapi sungguh niat itu seperti benar-benar keluar dari hati yang paling dalam. Mungkin terlalu marah, atau masih terlalu labil emosiku sehingga ide-ide berlebihan kerap kali merasuki diri. Lalu ku rasa Dia Yang Maha Pendengar menjawab doaku. Ah, lucu juga kalau dipikir-pikir. Aku benar-benar tak bisa lagi menghabiskan hidupku di sini. Aku benar-benar telah tinggal sebagai penghuni sebuah kota yang lain. Paling-paling sesekali saja aku bisa datang kesini melepas rindu. Rindu pada lubang-lubang jalannya yang masih saja ada sampai sekarang, pada pepohonan jati yang menjadi simbol kebanggaaan dan kekayaan satu-satunya kota ini. Rindu pada orang-orang tercinta, keluarga. Ya. Mereka terkecualikan dari kisah buruk yang telah terkubur dalam. Merekalah magnet terkuat itu. Memaksaku tuk tetap berkunjung mengadu rindu .Seperti sekarang, ku pijakkan kakiku kembali setelah sekian tahun lamanya. Sengaja aku kembali setelah waktu yang lama. Karena tak ingin luka-luka itu menggerus kebahagiaan yang sedang ku bangun. Ku tunggu hingga benar-benar pulih dan semua isi hatiku tergantikan dengan kebahagiaan yang tiada terkira. Hah, tapi meski begitu tetap saja, bibir ini belum sanggup menyebut namanya. Biar saja ku panggilnya dengan ‘kota masa lalu’..... (bersambung)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

16 Desember 2024

Hari sebelumnya, kami sedang membaca buku bersama. Dunia Tumbuhan. Buku baru Nehan. Lalu ada sebuah tumbuhan yang mengena di hati saya. Embu...