Rasa itu kembali hadir. Sekaligus sebagai pengingat agar
diri ini tak pernah merasa paling baik. Tak pernah meremehkan perjuangan
muslimah yang lainnya, yang sedang berburu hidayahNya. Saya pernah merasakan
ini beberapa taun lalu. Persimpangan, saat saya pada akhirnya memutuskan untuk
menutup aurat. Ragu-ragu, khawatir, tapi sungguh ingin. Seperti halnya kebanyak
teman-teman saya yang mungkin saat ini masih berusaha menetapkan hati untuk
menutupi auratnya. Kenapa tak mudah? Karena melakukannya berarti akan mengubah
setiap langkah hidup setelahnya.
Berjilbab, artinya kita siap orang lain menilai kita dengan
prasangka baru, menjadi orang yang lebih baik. Orang yang berhijrah. Orang yang
lebih paham ilmu. Lalu kita selanjutnya adalah orang-orang yang harus belajar
ilmu lebih giat agar tak mengecewakan
prasangka itu. Meskipun sebenarnya hijab bukan tentang ilmu ya..baik atau
belum, siap atau belum, hijab adalah kewajiban seorang muslimah. Ya kan?
Lagi. Jilbab tak bisa dipakai sesuka kita kapan mau pakai. Tapi setiap waktu yang memungkinkan kita
bertemu dengan non mahram, maka harus ditutupi aurat itu. Artinya akan banyak
pula pakaian-pakaian yang nggak bisa dipakai lagi. Ini yang berat. Boros kan?hehe.
Lalu bagaimana dengan saya?
Saya pernah merasakannya. Dan saya kembali merasakannya untuk hal yang
sedikit berbeda. Cadar. ..yuhuuuuu. Saya seneeeeeng sekali setiap kali lihat
akhwat2 bercadar. Saya intip2 kalau ada yang kebetulan lewat. Tapi saya bukan
memandang mereka karena mereka terlihat berbeda dan aneh, melainkan saya kagum.
Saya pengin, saya penasaran seperti apa cara mereka menyesuaikan diri di tempat
umum, makan, berjalan, berinteraksi. Apalagi sekarang banyak sekali
selebgram-selebgram bercadar. Cantik meskipun tak pernah kelihatan muka aslinya
seperti apa. Yah, meskipun ada yang nyinyir juga, sudah bercadar kok masih
upload foto. Sudah bercadar ko masih eksis di dunia maya. Alkhamdulillah mungkin
Allah sedang meneteskan sedikit hidayahNya untuk saya lewat adanya mereka. Jadi
ketika saya melihat satu akhwat selebgram, saya penasaran dan mencari yang
lain. Masya Allah ternyata ada banyak sekali. Mereka bukan lagi minoritas yang
tersisihkan, mereka banyak juga penggemarnya. Mungkin istilah lebaynya. Mereka mengobarkan
api hijrah dalam diri saya hehehe, walau sekedar berkobar dan nggak segera
terealisasi.
Kenapa nggak segera terealisasi? Seperti yang sata katakan
di awal. Menetapkan hati itu suliiiiit apalagi sekali saya memutuskan, itu akan
berimbas pada keseharian saya setelahnya. Sungguh hidayah itu datangnya dari
Allah, dan Dia bisa kapan saja mencabut dan mengembalikannya. Mungkin memang
baru setetes saja hidayah itu datang pada saya hingga masih terlalu banyak
alasan kenapa saya belum berani melakukannya. Semoga Dia segera melimpahkan hidayahNya
untuk saya. Dan selalu melimpahkan sampai akhir hayat saya.aamiin. Lalu kenapa
saya sudah tulis – tulis padahal belum melakukannya?Biar blog ini nggak lumutan
wkwkw. Bukan, karena kata seorang teman jauh yang saya kagumi, karena menulis
itu melegakan. Siapa tahu ada yang membaca dan ikut mendoakan, ya kan? Aamiin