14 Sep 2017

Sebuah Perjalanan



Rasa itu kembali hadir. Sekaligus sebagai pengingat agar diri ini tak pernah merasa paling baik. Tak pernah meremehkan perjuangan muslimah yang lainnya, yang sedang berburu hidayahNya. Saya pernah merasakan ini beberapa taun lalu. Persimpangan, saat saya pada akhirnya memutuskan untuk menutup aurat. Ragu-ragu, khawatir, tapi sungguh ingin. Seperti halnya kebanyak teman-teman saya yang mungkin saat ini masih berusaha menetapkan hati untuk menutupi auratnya. Kenapa tak mudah? Karena melakukannya berarti akan mengubah setiap langkah hidup setelahnya.
Berjilbab, artinya kita siap orang lain menilai kita dengan prasangka baru, menjadi orang yang lebih baik. Orang yang berhijrah. Orang yang lebih paham ilmu. Lalu kita selanjutnya adalah orang-orang yang harus belajar ilmu  lebih giat agar tak mengecewakan prasangka itu. Meskipun sebenarnya hijab bukan tentang ilmu ya..baik atau belum, siap atau belum, hijab adalah kewajiban seorang muslimah. Ya kan?
Lagi. Jilbab tak bisa dipakai sesuka kita kapan mau pakai.  Tapi setiap waktu yang memungkinkan kita bertemu dengan non mahram, maka harus ditutupi aurat itu. Artinya akan banyak pula pakaian-pakaian yang nggak bisa dipakai lagi. Ini yang berat. Boros kan?hehe.
Lalu bagaimana dengan saya?  Saya pernah merasakannya. Dan saya kembali merasakannya untuk hal yang sedikit berbeda. Cadar. ..yuhuuuuu. Saya seneeeeeng sekali setiap kali lihat akhwat2 bercadar. Saya intip2 kalau ada yang kebetulan lewat. Tapi saya bukan memandang mereka karena mereka terlihat berbeda dan aneh, melainkan saya kagum. Saya pengin, saya penasaran seperti apa cara mereka menyesuaikan diri di tempat umum, makan, berjalan, berinteraksi. Apalagi sekarang banyak sekali selebgram-selebgram bercadar. Cantik meskipun tak pernah kelihatan muka aslinya seperti apa. Yah, meskipun ada yang nyinyir juga, sudah bercadar kok masih upload foto. Sudah bercadar ko masih eksis di dunia maya. Alkhamdulillah mungkin Allah sedang meneteskan sedikit hidayahNya untuk saya lewat adanya mereka. Jadi ketika saya melihat satu akhwat selebgram, saya penasaran dan mencari yang lain. Masya Allah ternyata ada banyak sekali. Mereka bukan lagi minoritas yang tersisihkan, mereka banyak juga penggemarnya.  Mungkin istilah lebaynya. Mereka mengobarkan api hijrah dalam diri saya hehehe, walau sekedar berkobar dan nggak segera terealisasi.
Kenapa nggak segera terealisasi? Seperti yang sata katakan di awal. Menetapkan hati itu suliiiiit apalagi sekali saya memutuskan, itu akan berimbas pada keseharian saya setelahnya. Sungguh hidayah itu datangnya dari Allah, dan Dia bisa kapan saja mencabut dan mengembalikannya. Mungkin memang baru setetes saja hidayah itu datang pada saya hingga masih terlalu banyak alasan kenapa saya belum berani melakukannya. Semoga Dia segera melimpahkan hidayahNya untuk saya. Dan selalu melimpahkan sampai akhir hayat saya.aamiin. Lalu kenapa saya sudah tulis – tulis padahal belum melakukannya?Biar blog ini nggak lumutan wkwkw. Bukan, karena kata seorang teman jauh yang saya kagumi, karena menulis itu melegakan. Siapa tahu ada yang membaca dan ikut mendoakan, ya kan? Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

16 Desember 2024

Hari sebelumnya, kami sedang membaca buku bersama. Dunia Tumbuhan. Buku baru Nehan. Lalu ada sebuah tumbuhan yang mengena di hati saya. Embu...