23 Jan 2013

Perjalanan



Rantai –rantai perjalanan itu kian mengganggu pikiran. Telah berlalu beberapa waktu dan hampir terlupa sebenarnya, tapi ternyata kemudian dan kemudian dalam setiap langkah kaki ini menyusuri jalan, ada saja bait-bait yang membangunkanku tuk menceritakannya. Perjalanan.
Jakarta. Siapa yang tak pernah mendengar ceritanya? Siapa yang tak tau tempat gedung-gedung itu berdiri nan tinggi? Melahap kami yang terlalu kagum dengan megahnya. Dan tersentak sesaat melalui sebuah perjalanan.
Mata ini berusaha memahami. Setiap rute itu, kaki ini mencoba melangkah. Kami tak pernah datang sebelumnya. Jakarta.
Rumah Allah. Sebuah masjid ternama itu menjadi tujuan kami pada perjalanan yang pertama. Sebenarnya bisa ditempuh lebih cepat dengan menggunakan kereta, tapi karena tak ada yang tau persis dari orang-orang yang teman saya tanya, akhirnya perjalanan itu kami putuskan menggunakan bis yang akan disambung beberapa kali naik angkot. Bermula dari Bintaro sektor V, cerita itu dimulai. Tak ada masalah ketika menuju Lebak Bulus, karena kebetulan angkot-angkot ke sana sudah begitu familiar bagi perantau-perantau seperti kami. Tak ada halangan, semuanya berjalan lancar. Kemudian barulah ketika harus berganti alat angkutan kota dari terminal tempat singgah orang-orang beransel dan tempat tinggal pencari belas kasihan itu, ketidaktahuan ini teruji dengan kejujuran mereka. Sopir angkot, kenek, calo, pedagang asongan, dan entah apalagi peran mereka di tempat istirahat mesin-mesin itu. Dan yang kami bisa lakukan hanya mengikuti. Percaya atau kembali.
Tawakkal itu tak pernah ada kecuali ikhtiar telah dilakukan bukan? ya, sebelum kami berangkat sudah ada rute yang tercatat rapi, bis apa saja yang akan kami naiki bla bla bla. Tapi ternyata tak semudah itu. Ada miskomunikasi . Memang benar arah tujuan kami Depok, tapi luas kota petir itu tak sekadar puluhan meter persegi. Dan dari sinilah kemudian konsep tawakkal sedikit menemani. Perjalanan kali itu terasa begitu panjang. Enggan hati ini mengingatnya, khawatir rasa syukur ini menghilang bersama amarah yang telah sekuat tenaga kami buang dalam perjalanan pulang siang itu.
Kawan.
Tak ubahnya perjalanan yang seharusnya menyenangkan itu berubah menjadi sebuah cerita yang berbeda. Tentang pelajaran akan kerasnya hidup di luar sana. Bukan. Tapi di sini. Di kota yang katanya adalah raja dari segala kota dari seluruh penjuru tanah ini. Kawan. Beribu kali kami bolak balikkan hati agar amarah itu berubah menjadi rasa syukur. Dan atas kehendakNya, rasa syukur itu mengantarkan tubuh lelah waktu itu kembali. Syukur itu, semoga tak pernah hilang, mengganti waktu, tenaga, uang yang tak seberapa dibanding payah mereka mencari makan. Mereka. Pahlawan-pahlawan keluarga di kota yang katanya raja dari segala kota dari seluruh penjuru tanah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

16 Desember 2024

Hari sebelumnya, kami sedang membaca buku bersama. Dunia Tumbuhan. Buku baru Nehan. Lalu ada sebuah tumbuhan yang mengena di hati saya. Embu...