16 Des 2024

16 Desember 2024

Hari sebelumnya, kami sedang membaca buku bersama. Dunia Tumbuhan. Buku baru Nehan. Lalu ada sebuah tumbuhan yang mengena di hati saya. Embun Matahari. Ntah apa yang menarik. Dia sama halnya dengan tumbuhan karnivora lain. Tapi rasanya saya terkesima mendengar namanya. Seperti cantik sekali. Meskipun dari gambarnya pun tak seindah bunga-bunga bermahkota lain. Lalu saya bertekad mengubah nama blog hari ini. Dengan segala kegaptekan, akhirnya berubah juga. Tidak ada motivasi tertentu. Pokoknya saya suka dengan nama itu. Bukan berarti saya sudah nggak suka lagi dengan sebening embun. Saya tetap suka. Tak dapat dijelaskan. Tidak apa-apa manusia berubah kan?

Setelah melakukan beberapa penyesuaian, saya bertekad harus ada tulisan lagi hari ini. Meski tidak sedang galau. Meski tidak sedang banyak curhatan di hati. Untuk memunculkan sedikit inspirasi. Saya buka-buka tulisan lama saya. Bukannya muncul ide, kok malah agak geli bacanya ya? tapi nggak papa. Toh saya sendiri yang baca ya kan? wkwkwkw. Padahal dulu saat saya buat tulisan-tulisan itu, dan dibaca ulang setelah posting, rasa-rasanya sudah keren banget, puitis dan penuh makna. Akhirnya saya merasa, suatu saat nanti, jika diberi umur panjang, semoga tulisan-tulisan ini menjadi hiburan dan tempat pulang di kemudian hari.

Ada sesuatu yang ingin saya ceritakan. Tentu pada diri saya sendiri. Di umur 33 tahun dan 10 tahun berumah tangga. Dengan beberapa cerita masa lalu. Ada beberapa kenangan, yang membuat saya rindu. Saya pastikan tidak rindu sosoknya, hanya kenangannya. Pasangan saya tidak berkekurangan, sangat bertanggung jawab, baik sebagai anak, suami maupun orang tua. Dia tidak kasar, dia tidak selingkuh, dia tidak pelit. Tapi saya ingin lebih. Kebetulan hal-hal yang saya sebut lebih itu, pernah saya rasakan pada masa muda saya. Tentu dengan sosok yang sudah berlalu ceritanya. 

Kata beberapa orang, bahagia itu kadang-kadang bukan berasal dari kebaikan. Tapi dari rasa kecocokan, satu frekuensi, satu bahasa cinta, lalu ketemulah kita dengan kenyamanan dan bahagia. Pasangan saya sangat baik, hanya saja selera humor kita berbeda, hobi kita berbeda, tontonan dan bacaan kita beda genre, tujuan perjalanan kita berbeda, jam tidur dan jam makan kita pun berbeda. Lalu saya sempat berminta kepada Tuhan. Jika saya tidak mungkin mendapatkan rasa itu dari pasangan saya dalam kehidupan kami secara nyata, mohon berikan saja dalam mimpi, tapi dengan pasangan saya saja Yaa Tuhan, jangan orang lain. Kenapa? karena saking rindunya saya dengan rasa dinyamankan itu, saya beberapa kali memimpikan, dengan orang yang benar-benar pernah memberikannya. Tentu saya takut hal itu menjadi salah satu bentuk saya berkhianat. 

Lucunya, Tuhan benar-benar mengabulkan. Sekali saya bermimpi, mendapatkan semua kenangan-kenangan itu. Rasa nyaman yang sama, dengan orang yang saya harapkan, pasangan saya. Saya bersyukur, dan berharap akan mengalaminya lagi. 

Tapi tau tidak? jauh dalam hati saya merasa miris. Apakah harus sampai sebegitunya. Belum lagi jika terbayang, tulisan ini sampai pada pasangan saya. Bukankah dia akan patah hati? dia akan merasa tanggung jawab yang diberikan selama ini seperti hal sia-sia belaka.  Sedangkan hati saya seperti berpaling. Belum lagi jika sampai pada orang di masa lalu itu. Apa tidak jadi bahan tertawaan? rendah sekali diri saya. Ingat saya pun tidak, kehidupannya sudah sempurna. Tapi bagaimana bisa kenangannya dirindukan?






14 Okt 2024

Menyapa

Manusia memang tempatnya lupa ya... apalagi saat semesta mendukung, rasa syukur bisa hilang. Lalu diri yang dulu menjadi pelipur tak lagi disapa. Hai Ay, aku minta maaf. Bukannya aku terlampau bahagia hingga melupakanmu. Aku sungguh merasa sibuk dan lelah. Lalu kamu datang menemuiku. Seorang diri dengan penuh luka bertubi. Sendirian tapi kuat, nurut, pendiam, selalu menyenangkan orang lain. Tapi beban dipundakmu itu sungguh terlihat sekarang. Kamu tidak lagi bisa menyembunyikan kerapuhan yang tersusun rapi. Sudah penuh Ay, sudah tak ada lagi tempat kosong untuk menampungnya. Seseorang bilang, kamu harus membongkarnya, lalu maafkan semua beban itu, tinggalkan dan mulai hidup baru. Jika tidak mampu, mintalah bantuan. Tak melulu orang terdekatmu, orang lain saja. Karena pasanganmu bisa jadi tak sanggup menerima prosesnya. Pakai sekali lagi kemandirianmu, lalu bagikan hasilnya ke orang-orang disekitarmu. Ayo kita usahakan bersama. Jangan kembali, tetaplah bersama, kita tunjukkan seperti apa isi beban itu, lalu kita maafkan satu per satu...


28 Okt 2020

Surat Untuk Masa Lalu

Teruntuk aku dimasa lalu, jangan pernah menyesal atas perjuangan mu saat itu. Keputusanmu telah memberi hidup terbaikku saat ini. Meski pencapaian ku tak bisa memenuhi apa yang pernah kau tulis di dinding kosanmu saat itu, tapi bisa kujamin kau tak pernah kekurangan cinta. Namun, kau boleh menyesali aku yang tak bisa membawa diri ini sebaik kau saat itu. Maafkan aku, semoga Allah tak pernah meninggalkan ku dan semoga aku segera menemukan hikmahnya hingga aku tak lagi malu menghadapimu. 

Teruntuk hatiku dimasa lalu, kau sungguh kuat dan sangat berani memilih kemana kau harus pergi, bahkan tanpa kau kira dulu akan seperti apa aku saat ini. Aku tak menyalahkanmu, justru ingin sepertimu. Hanya saja usia membuatku terlampau berhati-hati hingga tak tau lagi harus bagaimana dan tak tau doa macam apa yang mesti ku panjatkan

Teruntuk aku di masa lalu. Datanglah sesekali dan hadirkan lagi kepolosan serta jernih hatimu agar aku kembali, tak terlalu jauh tersesat dan menemukan jalan

Tersembunyi

 Kata drama Korea... Cinta itu soal hati, dia memilih siapa yang dicintainya. Meskipun bodoh, meskipun nggak masuk logika. Kita bisa jadi mencintai orang yang jelas-jelas menyakiti, merendahkan, meremehkan bahkan menghianati dan meninggalkan kita. Hingga seolah sudah menapaki kehidupan baru. Menampakkan kehidupan yang luar biasa indah. Padahal dalam hatinya, jauh di dalam sana masih ada sesuatu yang disimpannya rapat. Sebuah rindu. Yang bodoh. Yang tak masuk akal. 

Terimakasih diriku dimasa lalu... Kamu telah melakukan kata hati sehingga kamu tak lagi menyesal saat ini... Nggak apa... Sesuatu yang mungkin tak berharga baginya.. Menjadi obatmu saat ini.. Saat kamu sebegitu rindunya. 

14 Sep 2017

Sebuah Perjalanan



Rasa itu kembali hadir. Sekaligus sebagai pengingat agar diri ini tak pernah merasa paling baik. Tak pernah meremehkan perjuangan muslimah yang lainnya, yang sedang berburu hidayahNya. Saya pernah merasakan ini beberapa taun lalu. Persimpangan, saat saya pada akhirnya memutuskan untuk menutup aurat. Ragu-ragu, khawatir, tapi sungguh ingin. Seperti halnya kebanyak teman-teman saya yang mungkin saat ini masih berusaha menetapkan hati untuk menutupi auratnya. Kenapa tak mudah? Karena melakukannya berarti akan mengubah setiap langkah hidup setelahnya.
Berjilbab, artinya kita siap orang lain menilai kita dengan prasangka baru, menjadi orang yang lebih baik. Orang yang berhijrah. Orang yang lebih paham ilmu. Lalu kita selanjutnya adalah orang-orang yang harus belajar ilmu  lebih giat agar tak mengecewakan prasangka itu. Meskipun sebenarnya hijab bukan tentang ilmu ya..baik atau belum, siap atau belum, hijab adalah kewajiban seorang muslimah. Ya kan?
Lagi. Jilbab tak bisa dipakai sesuka kita kapan mau pakai.  Tapi setiap waktu yang memungkinkan kita bertemu dengan non mahram, maka harus ditutupi aurat itu. Artinya akan banyak pula pakaian-pakaian yang nggak bisa dipakai lagi. Ini yang berat. Boros kan?hehe.
Lalu bagaimana dengan saya?  Saya pernah merasakannya. Dan saya kembali merasakannya untuk hal yang sedikit berbeda. Cadar. ..yuhuuuuu. Saya seneeeeeng sekali setiap kali lihat akhwat2 bercadar. Saya intip2 kalau ada yang kebetulan lewat. Tapi saya bukan memandang mereka karena mereka terlihat berbeda dan aneh, melainkan saya kagum. Saya pengin, saya penasaran seperti apa cara mereka menyesuaikan diri di tempat umum, makan, berjalan, berinteraksi. Apalagi sekarang banyak sekali selebgram-selebgram bercadar. Cantik meskipun tak pernah kelihatan muka aslinya seperti apa. Yah, meskipun ada yang nyinyir juga, sudah bercadar kok masih upload foto. Sudah bercadar ko masih eksis di dunia maya. Alkhamdulillah mungkin Allah sedang meneteskan sedikit hidayahNya untuk saya lewat adanya mereka. Jadi ketika saya melihat satu akhwat selebgram, saya penasaran dan mencari yang lain. Masya Allah ternyata ada banyak sekali. Mereka bukan lagi minoritas yang tersisihkan, mereka banyak juga penggemarnya.  Mungkin istilah lebaynya. Mereka mengobarkan api hijrah dalam diri saya hehehe, walau sekedar berkobar dan nggak segera terealisasi.
Kenapa nggak segera terealisasi? Seperti yang sata katakan di awal. Menetapkan hati itu suliiiiit apalagi sekali saya memutuskan, itu akan berimbas pada keseharian saya setelahnya. Sungguh hidayah itu datangnya dari Allah, dan Dia bisa kapan saja mencabut dan mengembalikannya. Mungkin memang baru setetes saja hidayah itu datang pada saya hingga masih terlalu banyak alasan kenapa saya belum berani melakukannya. Semoga Dia segera melimpahkan hidayahNya untuk saya. Dan selalu melimpahkan sampai akhir hayat saya.aamiin. Lalu kenapa saya sudah tulis – tulis padahal belum melakukannya?Biar blog ini nggak lumutan wkwkw. Bukan, karena kata seorang teman jauh yang saya kagumi, karena menulis itu melegakan. Siapa tahu ada yang membaca dan ikut mendoakan, ya kan? Aamiin

12 Jan 2016

9 Bulan Inara



Sudah hampir sembilan bulan nak, mari kita berdoa bersama, semoga inara sholihah sehat selalu, bermanfaat untuk sesama, dicintai dan mencintai Allah, seperti afsheen, sejumput doa kami untuk namamu, kecil tapi bersinar. Inara, maafkan untuk segala keterbatasan kami nak. Lima bulan sudah ibu berusaha melupakannya tapi tak bisa. Lima bulan sudah ibu tak lagi mampu memberikan hakmu. Sebuah keajaiban yang Allah berikan untuk pertumbuhanmu, kesehatan dan kecerdasanmu, asi, yang tak lagi bisa kau minum dari ibu. Andai saja nak, andai saja setelah 2 minggu kita berpisah waktu itu kita nggak langsung LDR, akan ada waktu untuk menyembuhkan kelupaanmu. Tapi mengungkit semua itu hanya menunjukkan ketidaksyukuran kita pada Yang Maha Kuasa kan sayang? Kalo inara tau pun inara pasti akan menegur ibu. Mengungkit ketidakmampuan waktu itu hanya akan menyakiti lelaki yang kita berdua cintai, bapaknya inara. Yang telah mengorbankan banyak hal dan memperjuangkan hidup kita. Sampai waktu ibu melahirkanmu dan mendapat panggilan diklat 2 minggu ke luar kota, waktu itu inara 3 bulan usianya. Saat ibu pulang, inara cuma mau minum dari botol dot, sehari itu ibu paksa hingga inara nangis-nangis, menggeliat kesana sini, sampai matamu merah nak. Tapi hari berikutnya ibu harus kembali merantau ketempat kerja dan menitipkanmu pada Uti. Ibu ingin membawamu nak, tapi kami tak tega membuatmu hidup di sekotak kamar yang ditempati 2 orang saja sudah sumpek, apalagi jika membawa Uti dan Nara. Jadilah kita bertemu akhir pekan di setiap minggunya dan di setiap akhir pekan itu pula hampir selalu ibu membuat nara nangis-nangis agar nara bisa minum asi lagi dari ibu. Tujuh bulan setengah persis usia nara  waktu itu, ibu kembali mendapat panggilan dan meninggalkan nara selama 2 minggu dan pulang dengan tangan kosong. Hari-hari sebelumnya ibu masih bisa memberimu asi meski hanya 100-200 ml per hari. Ibu tak segera menyerah nak, karena ibu masih ingin memberimu makanan terbaik, apalagi 2 mingu saat ditinggal pergi nara mengalami masalah pencernaan, bertepatan dengan tidak adanya stok asi sehingga nara harus full sufor. Jadi kesimpulan ibu waktu itu, nara masih butuh asi dan harus minum asi meskipun sedikit. Ibu beli pompa baru karena berpikir mungkin pompa yang lama sudah usang. Sambil setiap akhir pekan ibu masih mencoba mengajak nara belajar dan belajar lagi. Sampai sekitar 3 minggu berikutnya ibu menyerah nduk, tak ada hasilnya, setetes pun tak ada lagi.  Maaf...

O iya, saat-saat inara masih diperut, bapak ibu masih magang dan tinggal di kosan waktu itu, setiap pagi kami sarapan nasi uduk dengan lauk 1 telur dan tempe. Bapak selalu bilang sudah kenyang, sudah cukup, dan ibu yang akhirnya memakan sebutir telur rebus itu, demi kesehatan janin kami tercinta, kamu nduk. Setiap malam kami makan lele penyet, yang 1 porsi isi dua dan nasinya masak sendiri. Kadang-kadang beli 2 porsi sekalian untuk sarapan. Agar nara makan protein hehe. Sedangkan setengah dari gaji Bapak selalu  disiapkan untuk memeriksakanmu ke dokter setiap bulan. Karena hanya itu yang kami bisa lakukan. Setiap kali teman-teman ibu bercerita tentang barang bayi yang bermacam rupa, ibu hanya bisa berdoa, semoga inara tetap tumbuh dengan indahnya, dalam segala keterbatasan kami. Maaf ya nak, ibu bercerita bukan sebagai pembelaan diri karena tak bisa memberimu banyak hal seperti orang tua-orang tua di luar sana, kami hanya berusaha memberi yang terbaik dengan yang kami punya. Semoga kita selalu bisa menjaga diri, menghargai perjuangan, menghargai berbagai macam kehidupan di sekeliling kita

Mari kita sekarang bersama-sama belajar tentang cinta inara dan ibu seperti ibu dan anak pada umumnya nduk. O iya, jangan lupa kita berterima kasih pada Bapak. Karena kita sekarang bersama nduk, kita tak lagi hidup berjauhan.

15 Des 2015

Salam Kembali

Menulis itu menyembuhkan, lagi menguatkan. Ah, iya. Saya kutip dari tulisan seseorang yang luar biasa, yang saya kagumi diam-diam. Dannn sudah hampir setaun saya nggak nulis #kayak bisa nulis aja. Hmm memang sejak kehadiran calon "inara" waktu itu, saya membiarkan blog ini lumutan. Hari ini, tiba-tiba rindu saja rasanya. Agak kaku mau mulai darimana, tapi semangat pantang menyerah meskipun blog ini nggak ada yang baca juga selain yang nulis sendiri hihi. tapi sekali lagi, menulis itu menyembuhkan, lagi menguatkan.

Selamat menulis :DDDD
Udah gitu aja

16 Desember 2024

Hari sebelumnya, kami sedang membaca buku bersama. Dunia Tumbuhan. Buku baru Nehan. Lalu ada sebuah tumbuhan yang mengena di hati saya. Embu...